Oleh Hanafi
Sudah cukup bosan lah membahas tentang birokrasi dan perijinan untuk membuat gigs khususnya nya musik metal di kota Bandung. Kota yang katanya memiliki talent yang tak pernah habis. Sedikit mengutip kata-kata Ucok Homicide “Menyalahkan pemerintah atau polisi bukanlah sebuah solusi yang bijak karena dengan demikian kita sudah mengakui adanya eksistensi lembaga-lembaga tersebut dalam perkembangan kesejarahan kita.” Dengan semangat D.I.Y ini lah akhirnya masalah birokrasi ini mulai menemui titik terang walaupun akhirnya harus lari dari megahnya hagemoni kota Bandung dan memulai sejarah baru di pinggiran kota seperti Cimahi atau Jatinangor. Tidak masalah, karena dimanapun tempatnya musik tetap menjadi sesuatu yang bersifat universal.
Dalam dua bulan ini saja, setau saya ada sekitar empat acara hajatan penggila musik cadas, sebut saja Bandung berisik acara yang sudah melegenda dan banyak menelurkan band-band yang fenomenal, atau Burning Fest yang akan benar-benar membakar semangat kalian hingga titik didih paling tinggi. Selain kedua gigs itu yang di adakan di Cimahi, Jatinangor pun tak mau kalah bergolak menghajar telinga dengan musik death metal Jasad dan Siksa kubur di acara Sunday Blest Fest. Serasa kembali ke decade akhir 90-an ketika distorsi tak henti-hentinya menggema di GOR Saparu tiap akhir pekan.
Tapi coba kita cermati lagi kawan, lihat line up band pengisi acara dari gigs tersebut. Kembali band yang tertulis sangat besar di deretan pamflet adalah band legenda macam Burgerkill, Jasad, Jeruji, Beside, Siksa Kubur. Lalu apa masalahnya? Yap, sangat sedikit sekali band pendatang baru yang bisa menembus gigs besar seperti Bandung Berisik atau acara lainnya. Apakah band-band baru belum cukup layak untuk pentas di panggung megah seperti itu atau mungkun banyak alasan lainya.
Oke, no offense.. Bukan bermaksud untuk menyalahkan atau apapun itu. Dengan keadaan seperti sakarang ini saya sangat mengapresiasi adanya gigs yang sangat besar ini, bahkan kalau saya punya lebih dari dua telinjuk-kelingking saya acungkan semua untuk acara-acara ini. Hell yeah…! Kembali lagi dengan keadaan komunitas khususnya band-band di kota Bandung dan dinamika pergerakan D.I.Y itu sendiri. Band membutuhkan gigs untuk mengapresiasikan musiknya, sebagaimanapun gencarnya sebuah band melakukan promosi maya dalam internet akan sangat percuma bila tak ada panggung untuknya. Coba saja lihat di facebook atau myspace band-band yang terhitung baru di kota Bandung ada ber puluh bahkan beratus-ratus band yang tumbuh di kota Bandung dan beberapa dari mereka itu mempunyai materi musik yang bisa dibilang sangat baik bahkan mengagumkan. Tetapi nama mereka tetap masih kurang familiar karena memang jarang sekali ada panggung untuk mereka. Kalupun ada mereka hanya di tempatkan jam sepuluh pagi.
Dalam sejarahnya, perkembangan komunitas di kota Bandung ini khususnya komunitas underground adalah yang paling berhasil dengan systemnya “duduluran”, “karena hidup adalah udunan” dan keyakinan untuk saling membantu. Kultur ini lah yang menjadikan Bandung sebagai kiblat musik cadas di Indonesia bahkan Asia Tenggara. Sehingga menghasilkan band dan teknisi yang sangat handal. Lalu apakah kultur ini masih bertahan hingga sekarang?? Ya, setiap orang mempunyai persepsinya masing-masing.
Kembali ke alasan awal seseorang atau sebuah komunitas mambuat acara, apakah orientasinya hanya untuk uang atau untuk terus melestarikan kultur musik underground dan terus menjaga hagemoni kota Bandung sebagai kiblat musik cadas di Indonesia? Tidak bisa dipungkiri bahwa scene metal ini sudah menjadi lahan yang potensial untuk berbisnis dari mulai merchandise band sampai gigs. Bila alasannya untuk uang, ya acara seperti ini sangat-sangat wajar dengan line up band yang terbilang band papan atas dan harga tiket yang lumayan mahal. Untuk tiket saya mengerti dan saya sangat setuju dengan harga dan system pembelian yang ada seperti sekarang. Dengan memeberlakukan tiket presale menunjukan kita melakukan kemajuan dalam mengelola sebuah event. Tak perlu lagi berdesak desakan untuk mendapatkan tiket on the spot.
Tetapi bagaimanapun juga seleksi alam harus tetap terjadi dan dalam hal ini seleksi alam harus di bantu juga oleh EO atau komunitas yang membuat acara. Karena seleksi alam dalam konteks ini adalah diatas pangung. Bila hal ini tidak terjadi apa jadinya scene metal Bandung dalam puluhan tahun kedepan. Apakah kita hanya akan mengais-ngais sisa kejayaan Burgerkill yang pernah menghentak Australia atau Jasad yang mengguncang Bangkok Death Fest? Ataukah seperti nasib PERSIB sekarang ini? yang hanya bisa berbicara atas nama sejarah emasnya ketikaa menguasai kancah sepak bola Indonesia dan Asia Tenggara tanpa prestasi yang nyata saat ini dan malah semakin terpuruk.
Potensi-potensi brilliant di kota bandung tersebar di setiap gang. Jangan sampai semangat membara para metalhead ini lenyap begitu saja tanpa ada jejak yang nyata. Bandung sebagai kerajaan scene metal jangan hanya jadi sejarah tetapi harus tetap dipertahankan dan terus dikembangkan potensinya. Persetan dengan segala kesulitan birokrasi dan segala tek-tek bengeknya. Scene ini berawal dari nol dari sebuah kesusahan yang dihadapi bersama tetapi akhirnya menjadi sesuatu yang besar dan tetap harus dijaga bersama.
Lalu, scene ini tanggung jawab siapa? Bukan hanya mereka pionir-pionir komunitas underground dan bukan hanya mereka para personil-personil band papan atas. Tetapi ini tanggung jawab bersama, tanggung jawab saya, anda dan kalian yang peduli dengan musik ini.
Best regards..